Kepala Kelurahan Pengampelan Sumiyati (Tuti) saat di konfirmasi melalui pesan WhatsApp menegaskan pihak nya tidak tahu menahu kalo ke ibu belum ada perijinan," ungkapnya.
Sebelumnya, telah di beritakan kegiatan aktivitas Excavator yang sedang mengeruk tanah untuk lahan Kavling Jelalang Indah yang diduga tidak sesuai SOP hingga menyebabkan dampak polusi bagi udara juga pengguna jalan.
Baca Juga Berita Sebelumnya Klik Link Dibawah
Jika mengacu pada pasal 26 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman yang berbunyi:
“Badan Usaha di bidang pembangunan perumahan dan pemukiman yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah”.
Namun hal tersebut masih menjadi pertentangan dengan aturan Menteri Negara Perumahan dan Permukiman Indonesia tahun 1999 dengan nomor surat 2109/UM. 01.01//09/09 tanggal 27 September 1999.
Aturan tersebut memuat pedoman mengenai penjualan tanah kavling matang dengan ukuran di atas 200 m2 sampai 600 m2.
Babay Muhedi selaku Aktivis yang tergabung dalam (Aliansi Pamungkas Banten) Perkumpulan Aktivis Muda Pengawal Kesejahteraan Masyarakat Banten akan persoalkan ini ke pihak instansi terkait agar para pengembang atau penjual tanah kavlingan tidak semena mena dalam melakukan bisnis jual beli kavling.
Pelaku bisnis jual beli lahan Kavling ini terkesan tidak menggubris, padahal sudah jelas ada pasal pidana terkait jual beli lahan Kavling pada perkara tindak pidana Pasal 151 dan atau Pasal 154 dan atau Pasal 162 UU RI No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan tempat-tempat lain yang ada hubungannya.
Banyak dari mereka hanya menggunakan izin minim berupa badan usaha (CV/PT), yang izinnya hanya izin NIB (Nomor Induk Berusaha) tanpa izin lanjutan. Seharusnya jika mengacu pada aturan, tidak ada izin untuk tanah kavlingan, yang ada hanya izin terkait perumahan dan kawasan permukiman.
Beberapa perizinan tersebut seperti Izin Peralihan Penggunaan Tanah (IPPT) atau izin pengeringan dari Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BP2T). Kemudian izin Persetujuan Pemanfaatan Ruang (IP2R) dari Dispenda, izin Site Plan atau Denah lokasi dari Kimpraswil/Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Tata Ruang. Dan semua Perijinan itu harus disetujui oleh pemerintah daerah.
Harus dicatat pula, bahwa lahan kavling harus sudah mengantongi sertifikat resmi dari BPN. Minimal berupa Hak Guna Bangunan (HGB). Sertifikat itu menjadi syarat pembuatan izin pemanfaatan ruang (IPR).
Selain itu, seluruh pengajuan usaha lahan kavling juga harus mengantongi block plant, yakni, pengusaha harus menyusun perencanaan pembangunan dengan sistem 60:40. Sebanyak 60 persen dari total lahan digunakan untuk pendirian rumah. Sisanya berfungsi sebagai fasilitas umum-fasilitas sosial (fasum-fasos).
Lebar jalan akses yang disiapkan minimal 6 meter. Meski Pemerintah telah menerbitkan regulasi dengan merujuk kepada Pasal 26 ayat (1) Undang – undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Pasal 146 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Jika masih ada praktik penjualan tanah kavling secara ilegal. Pasalnya, selain masyarakat, daerah turut mengalami kerugian. Jika aktivitas ilegal itu tidak segera dihentikan, maka ruang terbuka hijau juga akan habis. Tidak ada lagi tanah produktif yang dapat dimanfaatkan.
"Terkait masalah perizinan pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ya keburu tanahnya habis. Saya sangat menyayangkan jika pemerintah menutup mata serta lalai dan jika tanah-tanah yang masih produktif dipangkas untuk pengkavlingan. Mengapa tidak sebaiknya mengkomersilkan tanah-tanah yang sudah tidak produktif," tuturnya.
Menurutnya, penjualan tanah Kavling yang diduga ilegal masih marak terjadi. Tidak hanya di Kelurahan Pengampelan namun masih banyak terjadi di Kelurahan lain yang ada di wilayah Kecamatan Walantaka masih banyak tanah kavling yang diduga dijual tanpa izin resmi," ungkapnya.
Dia menegaskan, sebelum melaksanakan pengkavlingan lahan hingga proses pemasarannya, yang bersangkutan wajib mengantongi rekomendasi peruntukan ruang sebagai salah satu syarat. Jika hal itu tidak dipenuhi, baik perusahaan pengembang maupun perseorang, harus menghentikan usahanya.
Kami akan mendesak agar Pemkot Serang dan dinas terkait agar mengambil tindakan tegas kepada para oknum pengembang yang tidak mempunyai ijin resmi, untuk menutup lokasi-lokasi yang tengah digarap menjadi lahan kavlingan untuk kepentingan jual beli.
"Jika tidak ada tindak lanjut dari pemerintah daerah dan sanksi tegas tidak akan memberi efek jera terhadap oknum pengembang yang nakal," tegasnya.
Sementara sampai berita ini di tayangkan belum ada komunikasi dari pihak pengembang maupun dari dinas terkait guna untuk di keterangan dan klarifikasi lebih lanjut.(Rudini)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: redaksiserangraya@gmail.com, Terimaksih.