Ngasiman Djoyonegoro Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Analis Intelijen, Pertahanan dan Keamanan |
Jakarta, serangraya.com - Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo 16 Agustus 2023 di depan MPR RI sebagai bentuk peletakan dan penegasan fondasi transisi kepemimpinan di tengah tahun politik. Selain menyampaikan berbagai keberhasilan kinerja Pemerintahan, Presiden juga menyampaikan dan menyinggung soal estafet kepemimpinan nasional.
Pidato kenegaraan presiden kali ini diwarnai dengan kesadaran bahwa pemerintahannya akan segera berakhir dan pemimpin di masa mendatang harus berpijak pada hal ke-kini-an dan ke-disini-an. Penegasan bahwa dia tidak _cawe-cawe_ dalam kontestasi Pemilu 2024 dan menolak disebut “Pak Lurah” merupakan bentuk sikap proporsional dari seorang kepala negara. Demikian disampaikan oleh Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal, Ngasiman Djoyonegoro menanggapi pidato kenegaraan Presiden RI.
Dalam konteks pertahanan dan keamanan nasional, apa yang disampaikan oleh Presiden ini adalah bentuk optimisme dalam melihat masa depan serta menyebut hal yang perlu diperhatikan untuk diantisipasi. Presiden menyinggung soal merebaknya ekspresi ujaran kebencian yang menyerang pribadi Presiden dalam balutan kritik. Adalah penting untuk mengidentifikasi bahwa ekspresi semacam ini berpotensi memecah belah masyarakat. Karenanya hal ini perlu diantisipasi sejak awal.
Belajar dari Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019 dimana ujaran kebencian antara pendukung pasangan calon telah berhasil membelah masyarakat. Untungnya, hal ini tidak berlanjut pada konflik yang lebih serius. “Aparatus di bidang pertahanan dan Keamanan harus menangkap hal ini sebagai arena kerja yang perlu diperhatikan karena telah disebut secara spesifik oleh Presiden dalam pidatonya,” kata Simon.
Banyak aspek yang disinggung oleh Presiden, seperti keberhasilan ekonomi, hilirisasi, penegakan hukum dan diplomasi internasional. Semua keberhasilan itu sebagai modal transisi kepemimpinan. “Keberhasilan dalam naiknya level diplomasi internasional adalah modal yang sangat besar untuk menjaga posisi Indonesia dalam geopolitik yang semakin memanas,” kata pria yang akrab dipanggil Simon.
Dalam peta geopolitik saat ini, ada kecenderungan negara-negara Adikuasa hendak menggeser konflik antara Blok Barat dan Blok Timur ke wilayah Asia. Sementara, Indonesia adalah sepertiga wilayah Asia Tenggara yang sudah pasti akan terkena dampak. Oleh karenanya, kita harus mampu mengubah ancaman yang ada ini menjadi kesempatan atau peluang untuk memicu dan memacu diri dalam mencapai Indonesia Maju.
Jangan sampai berbagai modal sosial, ekonomi, dan budaya yang sudah kita capai hanya berlalu begitu saja. “Kita kuatkan SDM unggul di tengah bonus demografi agar mampu mengolah sumber daya alamnya sendiri, kita gunakan _international trust_ untuk menciptakan kesempatan dan pengaruh baru, dan kita kuatkan budaya kita sebagai laboratorium internasional dalam mengelola perbedaan dan toleransi,” kata Simon.
Marilah kita bersatu padu, Terus Melaju untuk Indonesia Maju. (*/Red)